Ekspor Mineral Ditargetkan Naik Menjadi 9,1 Miliar Dolar AS di 2016
Pemerintah memperkirakan nilai
ekspor mineral akan mengalami kenaikan menjadi 9,1 miliar dolar AS pada 2016
pasca pemberlakuan UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dirjen Minerba Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan, pada 2014-2015,
Indonesia memang tidak lagi menerima devisa hasil ekspor pasca pemberlakuan UU
Minerba yang melarang ekspor mineral mentah.
Menurut dia, perkiraan nilai ekspor mineral mentah atau masih berupa bijih yang hilang akibat pemberlakuan UU Minerba sekitar lima miliar dolar AS per tahun. Sementara, nilai penerimaan negara berupa pajak dan bukan pajak yang berkurang akibat pelarangan ekspor mineral mentah sekitar Rp 10 triliun per tahun. "Namun, pada 2016 setelah 'smelter' beroperasi, maka nilai ekspor mineral bakal meningkat menjadi 9,1 miliar dolar AS," kata Thamrin di Jakarta, Jumat (6/12).
Berdasarkan data Kementerian ESDM, pada periode Januari-Oktober 2013, volume ekspor bijih nikel tercatat 46,5 juta ton, bijih dan pasir besi 16,11 juta ton, bauksit 47,01 juta ton, dan konsentrat tembaga 1,02 juta ton. Dengan pemberlakuan UU Minerba, maka Indonesia tidak lagi mengekspor mineral-mineral mentah atau bijih tersebut.
Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan, mulai 12 Januari 2014, semua perusahaan termasuk PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara dilarang melakukan ekspor konsentrat. "Semua harus dimurnikan di dalam negeri," katanya.
Saat ini, Freeport memproduksikan konsentrat sekitar 7.000 ton per hari. Dari jumlah tersebut, 30 persen di antaranya atau sekitar 2.000 ton per hari diolah di dalam negeri di PT Smelting, Gresik dan sisanya 5.000 per ton per hari diekspor. Dengan pemberlakuan UU Minerba, maka mulai 12 Januari 2014, Freeport tidak boleh lagi mengekspor konsentrat.
Menurut dia, perkiraan nilai ekspor mineral mentah atau masih berupa bijih yang hilang akibat pemberlakuan UU Minerba sekitar lima miliar dolar AS per tahun. Sementara, nilai penerimaan negara berupa pajak dan bukan pajak yang berkurang akibat pelarangan ekspor mineral mentah sekitar Rp 10 triliun per tahun. "Namun, pada 2016 setelah 'smelter' beroperasi, maka nilai ekspor mineral bakal meningkat menjadi 9,1 miliar dolar AS," kata Thamrin di Jakarta, Jumat (6/12).
Berdasarkan data Kementerian ESDM, pada periode Januari-Oktober 2013, volume ekspor bijih nikel tercatat 46,5 juta ton, bijih dan pasir besi 16,11 juta ton, bauksit 47,01 juta ton, dan konsentrat tembaga 1,02 juta ton. Dengan pemberlakuan UU Minerba, maka Indonesia tidak lagi mengekspor mineral-mineral mentah atau bijih tersebut.
Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan, mulai 12 Januari 2014, semua perusahaan termasuk PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara dilarang melakukan ekspor konsentrat. "Semua harus dimurnikan di dalam negeri," katanya.
Saat ini, Freeport memproduksikan konsentrat sekitar 7.000 ton per hari. Dari jumlah tersebut, 30 persen di antaranya atau sekitar 2.000 ton per hari diolah di dalam negeri di PT Smelting, Gresik dan sisanya 5.000 per ton per hari diekspor. Dengan pemberlakuan UU Minerba, maka mulai 12 Januari 2014, Freeport tidak boleh lagi mengekspor konsentrat.
Susilo menambahkan, pemerintah
bersama instansi terkait sedang memikirkan solusi untuk mengatasi dampak
pelarangan ekspor mineral mentah termasuk soal pemutusan hubungan kerja.
"Kami akan carikan solusi agar
tidak terlalu berdampak," ujarnya. Thamrin menambahkan, “kebijakan
pelarangan ekspor mineral mesti dilihat dalam dua hal. Pertama, pelaksanaan UU
Minerba secara konsisten. Ke dua adalah dampak jangka panjang yang memberikan
nilai tambah hasil tambang," katanya.
Meurut Saya, semoga ini dapat
terealisasikan dengan baik. Supaya kemakmuran bangsa akan lebih membaik.
Sumber : REPUBLIKA
Komentar
Posting Komentar