TUGAS SOFTSKILL 9 "ETIKA PROFESI AKUNTANSI"
PERKEMBANGAN
STANDAR ETIKA PROFESI AKUNTANSI
perkembangan profesi
akuntan dapat dibagi ke dalam 4 periode yaitu:
1.
Pra Revolusi
Industri
Sebelum revolusi
industri, profesi akuntan belum dikenal secara resmi di Amerika ataupun di
Inggris. Namun terdapat beberapa fungsi dalam manajemen perusahaan yang
dapat disamakan dengan fungsi pemeriksaan.
Misalnya di
zaman dahulu dikenal adanya dua juru tulis yang bekerja terpisah dan
independen. Mereka bekerja untuk menyakinkan bahwa peraturan tidak dilanggar
dan merupakan dasar untuk menilai pertanggungjawaban pegawainya atas penyajian
laporan keuangan.
Hasil kerja
kedua juru tulis ini kemudian dibandingkan, dari hasil perbandingan tersebut
jelas sudah terdapat fungsi audit dimana pemeriksaan dilakukan 100%. Tujuan
audit pada masa ini adalah untuk membuat dasar pertanggungjawaban dan pencarian
kemungkinan terjadinya penyelewengan. Pemakai jasa audit pada masa ini adalah hanya
pemilik dana.
2.
Masa
Revolusi Industri Tahun 1900
Sebagaimana pada
periode sebelumnya pendekatan audit masih bersifat 100% dan fungsinya untuk
menemukan kesalahan dan penyelewengan yang terjadi. Namun karena munculnya
perkembangan ekonomi setelah revolusi industri yang banyak melibatkan modal,
faktor produksi, serta organisasi maka kegiatan produksi menjadi bersifat
massal.
Sistem
akuntansi dan pembukuan pada masa ini semakin rapi. Pemisahan antara hak dan
tanggung jawab manajer dengan pemilik semakin kentara dan pemilik umumnya tidak
banyak terlibat lagi dalam kegiatan bisnis sehari-hari dan muncullah
kepentingan terhadap pemeriksaan yang mulai mengenal pengujian untuk mendeteksi
kemungkinan penyelewengan.
Umumnya pihak
yang ditunjuk adalah pihak yang bebas dari pengaruh kedua belah pihak yaitu
pihak ketiga atau sekarang dikenal dengan sebutan auditor eksternal.
Kepentingan akan pemeriksaan pada masa ini adalah pemilik dan kreditur.
Secara resmi
di Inggris telah dikeluarkan undang-undang Perusahaan tahun 1882, dalam
peraturan ini diperlukan adanya pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksan
independen untuk perusahaan yang menjual saham. Inilah asal mula profesi
akuntan secara resmi (formal).
3.
Tahun 1900 –
1930
Sejak tahun 1900
mulai muncul perusahaan-perusahaan besar baru dan pihak-pihak lain yang
mempunyai kaitan kepentingan terhadap perusahaan tersebut. Keadaan ini
menimbulkan perubahan dalam pelaksanaan tujuan audit. Pelaksanaan audit mulai
menggunakan pemeriksaan secara testing/ pengujian karena semakin baiknya sistem
akuntansi/ administrasi pembukuan perusahaan, dan tujuan audit bukan hanya
untuk menemukan penyelewengan terhadap kebenaran laporan Neraca dan laporan
Laba Rugi tetapi juga untuk menentukan kewajaran laporan keuangan. Pada masa
ini yang membutuhkan jasa pemeriksaan bukan hanya pemilik dan kreditor, tetapi
juga pemerintah dalam menentukan besarnya pajak.
4.
Tahun 1930 –
Sekarang
Sejak tahun 1930
perkembangan bisnis terus merajalela, demikian juga perkembangan sistem
akuntansi yang menerapkan sistem pengawasan intern yang baik. Pelaksanaan
auditpun menjadi berubah dari pengujian dengan persentase yang masih tinggi
menjadi persentase yang lebih kecil (sistem statistik sampling). Tujuan
auditpun bukan lagi menyatakan kebenaran tetapi menyatakan pendapat atas
kewajaran laporan keuangan yang terdiri dari Neraca dan Laba Rugi serta Laporan
Perubahan Dana. Yang membutuhkan laporan akuntanpun menjadi bertambah yaitu:
pemilik, kreditor, pemerintah, serikat buruh, konsumen, dan kelompok-kelompok
lainnya seperti peneliti, akademisi dan lain-lain.
Peran besar akuntan
dalam dunia usaha sangat membantu pihak yang membutuhkan laporan keuangan
perusahaan dalam menilai keadaan perusahaan tersebut. Hal ini menyebabkan
pemerintah AS mengeluarkan hukum tentang perusahaan Amerika yang menyatakan
bahwa setiap perusahaan terbuka Amerika harus diperiksa pembukuannya oleh
auditor independen dari Certified Public Accounting Firm (kantor akuntan
bersertifikat).
Namun pada tahun
2001 dunia akuntan dikejutkan dengan berita terungkapnya kondisi keuangan Enron
Co. yang dilaporkannya yang terutama didukung oleh penipuan akuntansi yang
sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif. Para analis pasar
mengira bahwa sukses kinerja keuangan Enron di masa lalu hanyalah hasil
rekayasa keuangan Andersen sebagai auditornya. Kepercayaan terhadap akuntan
mulai merosot tajam pada awal tahun 2002, hal ini membuat dampak yang sangat
besar terhadap kantor akuntan lain. Untuk mencegah hal yang lebih parah,
pemerintah AS pada saat itu segera mengevaluasi hampir semua kantor akuntan
termasuk “the big four auditors”. Walaupun masih mendapat cacian dari berbagai
kalangan, para akuntan berusaha untuk memulihkan nama mereka, salah satu
caranya adalah dengan mematuhi kode etik akuntan.
Perkembangan profesi
akuntan di Indonesia menurut Olson dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1)
Periode
Kolonial
Selama masa
penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan adalah
akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia. Pada waktu itu
pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan tata buku diberikan
secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan secara non formal pendidikan
akuntansi diberikan pada kursus tata buku untuk memperoleh ijazah.
2)
Periode
Sesudah Kemerdekaan
Pembahasan mengenai
perkembangan akuntan sesudah kemerdekaan di bagi ke dalam enam periode yaitu:
Periode I [sebelum tahun 1954]
Pada periode I telah
ada jasa pekerjaan akuntan yang bermanfaat bagi masyarakat bisnis. Hal ini
disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin sulit, meruncingnya persaingan, dan
naiknya pajak-pajak para pengusaha sehingga makin sangat dirasakan kebutuhan
akan penerangan serta nasehat para ahli untuk mencapai perbaikan dalam sistem
administrasi perusahaan. Sudah tentu mereka hendak menggunakan jasa orang-orang
yang ahli dalam bidang akuntansi. Kebutuhan akan bantuan akuntan yang makin
besar itu menjadi alasan bagi khalayak umum yang tidak berpengetahuan dan
berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk bekerja sebagai akuntan. Padahal,
pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan syarat yang ditetapkan
oleh pemerintah dan juga mereka harus mengikuti pelajaran pada perguruan tinggi
negeri dengan hasil baik. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan peraturan dengan
undang-undang untuk melindungi ijazah akuntan agar pengusaha dan badan yang
lain tidak tertipu oleh pemakaian gelar “akuntan” yang tidak sah.
Periode II [tahun 1954 – 1973]
Setelah adanya
Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan, ternyata
perkembangan profesi akuntan dan auditor di Indonesia berjalan lamban karena
perekonomian Indonesia pada saat itu kurang menguntungkan namun perkembangan
ekonomi mulai pesat pada saat dilakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan
milik Belanda. Mengingat terbatasnya tenaga akuntan dan ajun akuntan yang
menjadi auditor pada waktu itu, Direktorat Akuntan Negara meminta bantuan
kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas nama Direktorat Akuntan
Negara. Perluasan pasar profesi akuntan publik semakin bertambah yaitu pada
saat pemerintah mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMND) tahun 1967/1968. Meskipun pada waktu itu
para pemodal “membawa” akuntan publik sendiri dari luar negeri kebutuhan
terhadap jasa akuntan publik dalam negeri tetap ada. Profesi akuntan publik
mengalami perkembangan yang berarti sejak awal tahun 70-an dengan adanya
perluasan kredit-kredit perbankan kepada perusahaan. Bank-bank ini mewajibkan
nasabah yang akan menerima kredit dalam jumlah tertentu untuk menyerahkan
secara periodik laporan keuangan yang telah diperiksa akuntan publik. Pada
umumnya, perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia baru memerlukan jasa akuntan
publik jika kreditur mewajibkan mereka menyerahkan laporan keuangan yang telah
diperiksa oleh akuntan publik.
Periode III [tahun 1973 – 1979]
M. Sutojo pada
Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya Desember 1989 menyampaikan hasil
penelitiannya mengenai: Pengembangan Pengawasan Profesi Akuntan Publik di
Indonesia, bahwa profesi akuntan publik ditandai dengan satu kemajuan besar
yang dicapai Ikatan Akuntan Indonesia dengan diterbitkannya buku Prinsip
Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam kongres
Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta tanggal 30 November – 2 Desember 1973.
Dengan adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik telah maju
selangkah lagi karena memiliki standar kerja dalam menganalisa laporan keuangan
badan-badan usaha di Indonesia. Dalam kongres tersebut disahkan pula Kode Etik
Akuntan Indonesia sehingga lengkaplah profesi akuntan publik memiliki
perangkatnya sebagai suatu profesi. Dengan kelengkapan perangkat ini,
pemerintah berharap profesi akuntan publik akan menjadi lembaga penunjang yang
handal dan dapat dipercaya bagi pasar modal dan pasar uang di Indonesia. Pada
akhir tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam surat keputusannya nomor
52/1976, menetapkan pasar modal yang pertama kali sejak memasuki masa Orde
Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia, kebutuhan akan profesi akuntan
publik meningkat pesat. Keputusan ini jika dilihat dari segi ekonomi memang
ditujukan untuk pengumpulan modal dari masyarakat, tetapi tindakan ini juga
menunjukkan perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap profesi akuntan
publik. Menurut Katjep dalam “The Perception of Accountant and Accounting
Profession in Indonesia” yang dipertahankan tahun 1982 di Texas, A&M
University menyatakan bahwa profesi akuntan publik dibutuhkan untuk mengaudit
dan memberikan pendapat tanpa catatan (unqualified opinion) pada laporan
keuangan yang go public atau memperdagangkan sahamnya di pasar modal. Untuk
lebih mengefektifkan pengawasan terhadap akuntan publik, pada tanggal 1 Mei
1978 dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung di bawah IAI. Sampai
sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi akuntan publik, adalah seksi
akuntan manajemen dan seksi akuntan pendidik. Sophar Lumban Toruan pada tahun
1989 mengatakan bahwa pertambahan jumlah akuntan yang berpraktek terus
meningkat sehingga Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan dengan IAI
membuat pernyataan bersama yang mengatur hal-hal berikut:
a. Kesepakatan untuk pemakaian PAI dan NPA sebagai suatu landasan objektif yang diterima oleh semua pihak.
b. Kepada wajib pajak badan dianjurkan agar laporan keuangan diperiksa terlebih dahulu oleh akuntan publik sebelum diserahkan kepada Kantor Inspeksi Pajak (sekaran Kantor Pelayanan Pajak). Laporan tersebut akan dipergunakan sebagai dasar penetapan pajak.
c. Kalau terjadi penyimpangan etika profesi (professional conduct) oleh seorang akuntan publik, akan dilaporkan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada IAI untuk diselidiki yang berguna dalam memutuskan pengenaan sanksi. Kesepakatan ini kemudian dikuatkan oleh Instruksi Presiden No. 6 tahun 1979 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 108/1979 tanggal 27 Maret 1979 yang menggariskan bahwa laporan keuangan harus didasarkan pada pemeriksaan akuntan publik dan mengikuti PAI. Maksud instruksi dan surat keputusan tersebut adalah untuk merangsang wajib pajak menggunakan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik, dengan memberikan keringanan pembayaran pajak perseroan dan memperoleh pelayanan yang lebih baik di bidang perpajakan. Keputusan ini dikenal dengan nama 27 Maret 1979. Ini merupakan keputusan yang penting dalam sejarah perkembangan profesi akuntan publik dan sekaligus sebagai batu ujian bagi akuntan publik dan masyarakat pemakainya.
a. Kesepakatan untuk pemakaian PAI dan NPA sebagai suatu landasan objektif yang diterima oleh semua pihak.
b. Kepada wajib pajak badan dianjurkan agar laporan keuangan diperiksa terlebih dahulu oleh akuntan publik sebelum diserahkan kepada Kantor Inspeksi Pajak (sekaran Kantor Pelayanan Pajak). Laporan tersebut akan dipergunakan sebagai dasar penetapan pajak.
c. Kalau terjadi penyimpangan etika profesi (professional conduct) oleh seorang akuntan publik, akan dilaporkan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada IAI untuk diselidiki yang berguna dalam memutuskan pengenaan sanksi. Kesepakatan ini kemudian dikuatkan oleh Instruksi Presiden No. 6 tahun 1979 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 108/1979 tanggal 27 Maret 1979 yang menggariskan bahwa laporan keuangan harus didasarkan pada pemeriksaan akuntan publik dan mengikuti PAI. Maksud instruksi dan surat keputusan tersebut adalah untuk merangsang wajib pajak menggunakan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik, dengan memberikan keringanan pembayaran pajak perseroan dan memperoleh pelayanan yang lebih baik di bidang perpajakan. Keputusan ini dikenal dengan nama 27 Maret 1979. Ini merupakan keputusan yang penting dalam sejarah perkembangan profesi akuntan publik dan sekaligus sebagai batu ujian bagi akuntan publik dan masyarakat pemakainya.
Periode IV [tahun 1979 – 1983]
Periode ini
merupakan periode suram bagi profesi akuntan publik dalam pelaksanaan paket 27
Maret. Tiga tahun setelah kemudahan diberikan pemerintah masih ada akuntan
publik tidak memanfaatkan maksud baik pemerintah tersebut. Beberapa akuntan
publik melakukan malpraktik yang sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan
cara bekerjasama dengan pihak manajemen perusahaan melakukan penggelapan pajak.
Ada pula akuntan publik yang tidak memeriksa kembali laporan keuangan yang
diserahkan oleh perusahaan atau opini akuntan tidak disertakan dalam laporan
keuangan yang diserahkan ke kantor inspeksi pajak.
Periode V [tahun 1983 – 1989]
Periode ini dapat
dilihat sebagai periode yang berisi upaya konsolidasi profesi akuntan termasuk
akuntan publik. PAI 1973 disempurnakan dalam tahun 1985, disusul dengan
penyempurnaan NPA pada tahun 1985, dan penyempurnaan kode etik dalam kongres ke
V tahun 1986. Setelah melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memberikan
perlindungan terhadap masyarakat pemakai jasa akuntan publik dan untuk
mendukung pertumbuhan profesi tersebut. Pada tahun 1986 pemerintah mengeluarkan
Keputusan Menteri Keuangan No. 763/KMK.001/1986
tentang Akuntan Publik. Keputusan ini mengatur bidang pekerjaan akuntan publik,
prosedur dan persyaratan untuk memperoleh izin praktik akuntan publik dan
pendirian kantor akuntan publik beserta sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan
kepada kauntan publik yang melanggar persyaratan praktik akuntan publik. Dengan
keputusan Menteri Keuangan tersebut dibuktikan pula sekali lagi komitmen
pemerintah yang konsisten kepada pengembangan profesi akuntan publik yaitu
dengan mendengar pendapat Ikatan profesi pada kongres ke VI IAI antara lain
mengenai: pengalaman kerja yang perlu dimiliki sebelum praktik; keharusan
akuntan publik fultimer (kecuali mengajar); izin berlaku tanpa batas waktu;
kewajiban pelaporan berkala (tahunan) mengenai kegiatan praktik kepada pemberi
izin; pembukaan cabang harus memenuhi syarat tertentu; izin diberikan kepada
individu bukan kepada kantor; pencabutan izin perlu mendengar pendapat dewan
kehormatan IAI; pemohon harus anggota IAI; pengawasan yang lebih ketat kepada
akuntan asing. Pada tahun 1988 diterbitkan petunjuk pelaksaan keputusan Menteri
Keuangan melalui Keputusan Direktur Jenderal Moneter No. Kep.2894/M/1988 tanggal 21 Maret 1988. Suatu
hal yang mendasar dari keputusan tersebut adalah pembinaan para akuntan publik
yang bertujuan:
a) Membantu perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia
b) Melaksanakan penataran bersama IAI atau IAI-seksi akuntan public mengenai hal-hal yang dianggap perlu diketahui publik (KAP), termasuk mengenai manajemen KAP.
c) Mengusahakan agar staf KAP asing yang diperbantukan di Indonesia untuk memberi penataran bagi KAP lainnya melalui IAI atau IAI-Seksi Akuntan Publik dan membantu pelaksanaannya.
d) Memantau laporan berkala kegiatan tahunan KAP Sebelum diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Moneter tersebut, pada tahun 1987 profesi akuntan publik telah mendapatkan tempat terhormat dan strategis dari pemerintah yaitu dengan dikeluarkannya
a) Membantu perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia
b) Melaksanakan penataran bersama IAI atau IAI-seksi akuntan public mengenai hal-hal yang dianggap perlu diketahui publik (KAP), termasuk mengenai manajemen KAP.
c) Mengusahakan agar staf KAP asing yang diperbantukan di Indonesia untuk memberi penataran bagi KAP lainnya melalui IAI atau IAI-Seksi Akuntan Publik dan membantu pelaksanaannya.
d) Memantau laporan berkala kegiatan tahunan KAP Sebelum diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Moneter tersebut, pada tahun 1987 profesi akuntan publik telah mendapatkan tempat terhormat dan strategis dari pemerintah yaitu dengan dikeluarkannya
Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 859/KMK.01/1987 tentang Emisi Efek
melalui Bursa yang telah menentukan bahwa:
1. Untuk melakukan emisi efek, emiten harus memenuhi persyaratan, antara lain: mempunyai laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik/akuntan negara untuk dua tahun buku terakhir secara berturut-turut dengan pernyataan pendapat “wajar tanpa syarat” untuk tahun terakhir.
2. Laporan keuangan emiten untuk dua tahun terakhir tersebut harus disusun sesuai dengan PABU di Indonesia disertai dengan laporan akuntan publik/ akuntan negara.
3. Jangka waktu antara laporan keuangan dan tanggal pemberian izin emisi efek
tidak boleh melebihi 180 hari. (M. Sutojo, 1989: 10)
1. Untuk melakukan emisi efek, emiten harus memenuhi persyaratan, antara lain: mempunyai laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik/akuntan negara untuk dua tahun buku terakhir secara berturut-turut dengan pernyataan pendapat “wajar tanpa syarat” untuk tahun terakhir.
2. Laporan keuangan emiten untuk dua tahun terakhir tersebut harus disusun sesuai dengan PABU di Indonesia disertai dengan laporan akuntan publik/ akuntan negara.
3. Jangka waktu antara laporan keuangan dan tanggal pemberian izin emisi efek
tidak boleh melebihi 180 hari. (M. Sutojo, 1989: 10)
Periode VI [tahun 1990 – sekarang]
Dalam periode ini
profesi akuntan publik terus berkembang seiring dengan berkembangnya dunia
usaha dan pasar modal di Indonesia. Walaupun demikian, masih banyak
kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para usahawan dan akademisi. Namun,
keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi
kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah,
perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan oleh
perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik.
Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah:
1. Tumbuhnya
pasar modal
2. Pesatnya
pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun nonbank
3. Adanya
kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik
dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia
4. Berkembangnya
penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan Perekonomian.
Pada awal
1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah (Dirjen
Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang dilakukan oleh
pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha tersebut, Olson
pada tahun 1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan
yang harus diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
I. Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat
II. Makin baiknya transportasi dan komunikasi
III. Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik
IV. Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua.
I. Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat
II. Makin baiknya transportasi dan komunikasi
III. Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik
IV. Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua.
Konsekuensi
perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap perkembangan akuntansi dan
menimbulkan:
a. Kebutuhan
akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan akuntan
publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi
pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
b. Kebutuhan
akan tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang
lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuan.
c. Kebutuhan
akan standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi
informasi, laporan keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit.
Pendapat yang
dikemukakan Olson tersebut di atas cukup sesuai dan relevan dengan fungsi
akuntan yang pada dasarnya berhubungan dengan sistem informasi akuntansi. Dari
pemaparan yang telah dikemukakan, profesi akuntan diharapkan dapat
mengantisipasi keadaan untuk pengembangan profesi akuntan di masa yang akan
datang.
SUMBER : WORDPRESS
Komentar
Posting Komentar