Dalam Malam Ku Menangis
Semua berawal dari Aku
kelas 4 SD. Saat itu Kami menjadi sederajat dalam bidang akademi. Tidak ada
perubahan yang berarti saat itu. Mungkin waktu itu Aku masih terlalu kecil
untuk memikirkan dampak dari semua ini.
Saat
masuk ke jejang Sekolah Menengah Pertama, Aku dan Dia didaftarkan di sekolah
yang sama. Mungkin warga di sekolah belum mengetahui ‘Kami’, saat masih duduk
di kelas 1. Saat memasuki kelas 2, satu per satu teman-teman Kami dan guru-guru
di sekolah tersebut mulai menyadari keberadaan ‘Kami’. Beragam respon yang
mereka lakukan saat itu. Ada yang terkejut, biasa-biasa saja, nggak percaya,
menyela, dan lain-lain. Mereka yang tadinya menghina Dia dari belakang tapi
terdengar dihadapanku (saat belum tau ‘Kami’). tapi saat Mereka tau, itu semua
mulai berubah, Mereka mulai menjaga perasaanku. Tapi ada juga teman yang
tadinya kuanggap baik, setelah tau ‘Kami’, Mereka langsung mengolok-olok Dia,
sebagai bahan becandaan denganku. Dari situ Aku frustasi, Aku benci mereka. Dan
Aku mulai bertanya-tanya, Salah apa yang telah Dia perbuat kepada mereka,
sampai-sampai mereka begitu kejam kepadanya.
Alhamdulillah......
masa-masa SMP sudah berakhir. Tapi ternyata ini belum berakhir, cobaan demi
cobaan pasti akan semakin banyak Kami hadapi setelah tamat SMP. Dan lagi lagi
Kami mendaftar di sekolah yang sama. Masa-masa SMA ini memang diluar dugaanku.
Mereka yang disana sudah semakin dewasa dalam berfikir dan bertindak. Saat
tahun-tahun pertama tidak ada masalah yang berarti. Dan sama seperti waktu SMP,
begitu banyak tanggapan yang mereka tunjukan saat mereka tau ‘Kami’. Alhamdulillah....
sejauh ini tanggapan mereka masih positif-positif saja. masa-masa SMA memang
masa Mereka dewasa dalam menanggapi sesuatu. Tapi ada sekelompok Pemuda di
sekolah tersebut yang gemar sekali mengolok-olok bahkan menghina Dia. Setiap
itu terjadi, setiap malam pun Aku selalu menangis. Tidak ada yang bisa Aku
lakukan saat itu, membelanya pun Aku tak mampu. Hanya ALLAH SWT. lah Aku
berserah diri, Aku mengadu.
Selalu
terbesit dalam benakku. Apa yang salah dengan Dia? Apa ini semua hanya karena
Aku yang terlalu sensitif menanggapi cemooh mereka? Sebegitu bagus kah Dia
menjadi bahan tertawaan? Apakah sebegitu sempurna kah Mereka, sampai hanpir
setiap hari mecela Dia?
Dia
memang tidak setampan Nabi Yusuf. Tapi menurutku, Dia lebih lebih baik dari
Mereka yang menganggapnya tidak sempurna. Tapi dari semua itu Aku bersyukur,
berkat Mereka dengan kehendak ALLAH SWT. Mereka telah membuat jiwa dan hati ini
menjadi lebih tegar dalam menghadapi segala cobaan hidup.
Sekarang
Kami sudah kuliah tapi di tempat yang berbeda. Semoga Dia bisa membuktikan kepada
mereka dengan kesuksesannya di masa depan. Dan semoga Aku juga bisa mendapatkan
teman yang tidak hanya bisa menerimaku apa adanya, tetapi juga bisa menerima
Dia sebagai saudaraku. AMIIN..... ^_^
Komentar
Posting Komentar